Webinar “Untold Story of Diversity”

Telah berlangsung acara Webinar yang diselenggarakan oleh Laboratorium Multimedia Kreatif X Laboratorium Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada Senin, 1 Februari 2021. Acara dimulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB melalui Zoom. Webinar kali ini mengangkat tema Humanity & Equality “Untold Story of Diversity”. Acara ini dipandu oleh Resta Mardiana. Webinar dimulai dan dibuka oleh Prof. Dr. Suliyanto. S.E., M.M. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman. Acara ini juga dihadiri oleh Dr., H. Ruknan., S.Sos.,M.M.,M.Pd dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Ankarlina Pandu Primadata, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman dan beberapa narasumber mahasiswa dari berbagai daerah.

Acara diawali dengan sambutan dari Ketua Panitia, Nur Atikah. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dalam sambutannya, Prof. Dr. Suliyanto. S.E., M.M menyampaikan bahwa tema webinarini sangat menarik dan relevan dengan kondisi saat ini dan kondisi-kondisi yang akan datang karena Indonesia memiliki banyak keanekaragaman mulai dari banyaknya pulau, suku, bahasa bahkan agama. Namun demikian, jika keanekaragaman ini tidak dapat diterima dengan baik tentu akan menimbulkan permasalahan. Beruntung di Indonesia tidak terjadi permasalahan karena keanekaragaman. 

Pemateri yang pertama yaitu Dr., H. Ruknan., S.Sos.,M.M.,M.Pd dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di awal mengisi materi memaparkan mengenai 4 (empat) tantangan besar dunia yaitu perubahan struktur ekonomi, kemajuan IPTEK, isu keberlanjutan lingkungan, menipisnya sekat antarnegara. Selain itu, dunia pendidikan harus menghadapi tantangan terkait Revolusi Industri 4.0 yang mengarah pada perubahan, di mana kemampuan dari lulusan perguruan tinggi dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Era Revolusi 4.0 yang kebanyakan berhubungan dengan teknologi. Berdasarkan data, daya saing SDM Indonesia saat ini secara global berada di peringkat 36 dari 137 negara. Untuk meningkatkan daya saing, SDM dituntut untuk memiliki skill baik secara intrapersonal skill (kemampuan di bidang keilmuan) maupun interpersonal skill (kemampuan dalam non-keilmuan). Ada 10 skill yang dibutuhkan dan harus dimiliki untuk dapat bersaing di tingkat global yaitu:

  1. Kemampuan menyelesaikan masalah yang kompleks
  2. Berpikir kritis menganalisa mencari solusi
  3. Kreatif
  4. Manajemen orang
  5. Berkoordinasi dengan orang lain
  6. Kemampuan mengendalikan emosi
  7. Penilaian dan membuat keputusan yang tepat
  8. Melayani kebutuhan
  9. Kemampuan negosiasi
  10. Kemampuan berpikir cepat

Untuk mendukung pengembangan skill, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk satuan kerja yaitu Pusat Pelayanan Pembiayaan Pendidikan. Di mana program utama dari satuan kerja ini adalah program KIP kuliah dan beasiswa unggulan yang bertujuan untuk peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan tinggi secara adil dan merata. Dasar program Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Pemendikbud No. 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar. Ada beberapa tujuan Program Indonesia Pintar bagi perguruan tinggi diantaranya yaitu:

  1. Meningkatkan perluasan akses dan kesempatan belajar di PT bagi Mahasiswa WBI yang tidak mampu secara ekonomi
  2. Meningkatkan prestasi mahasiswa pada bidang akademik dan non akademik
  3. Menjamin keberlangsungan studi mahasiswa yang berasal dari daerah 3T, dan/ atau menempuh studi pada PT di wilayah yang terdampak bencana alam atau konflik sosial
  4. Meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi

Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) adalah bantuan pendidikan bagi mahasiswa miskin/rentan miskin yang diterima di perguruan tinggi. KIP-Kuliah menjamin keberlangsungan kuliah dengan memberikan pembebasan biaya kuliah dan bantuan biaya hidup bulanan bagi mahasiswa yang memebuhi persyaratan ekonomi dan akademik. 

Prioritas Penerima KIP Kuliah:

  1. Mahasiswa pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP)
  2. Mahasiswa dari keluarga miskin/ rentan miskin (Peserta PKH, Pemegang KKS, DTKS, Panti Sosial)
  3. Mahasiswa dengan keterbatasan akses (Afirmasi)
  4. Mahasiswa dengan kondisi khusus karena bencana atau lainnya

Sebelum lanjut ke pemateri kedua ada narasumber yang berasal dari berbagai daerah yang merupakan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman. Ada 3 narasumber yaitu Abinoak Gobai (Papua), Nenshiria Septyaning Wibowo (Kalimantan), dan Gesang Danang Dwihutomo (Sumatera). Mereka berbagi cerita mengenai cara menghadapi keberagaman yang ada di sekelilingnya dari sisi minoritas. 

Pemateri yang kedua yaitu Ankarlina Pandu Primadata, S.Sos., M.Si. (Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman) membahas tentang konflik dan diskriminasi rasial pada masyarakat multikultural. Masyarakat multikutural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari atas banyak struktur kebudayaan atau masyarakat yang mempunyai banyak keberagamaan. Masyarakat multikultural mempunyai karakteristik, diantaranya yaitu:

  1. Terjadinya segmentasi kelompok sosial (mempunyai kelompok masing-masing)
  2. Struktur dan lembaga sosial bersifat nonkomplementer 
  3. Rawan terjadi konflik
  4. Integrasi sosial tumbuh karena paksaan
  5. Dominasi politik

Ras pada awalnya diartikan sebuah sistem pengklasifikasian yang digunakan untuk mengkategorikan manusia ke dalam kelompok besar dan berbeda berdasarkan ciri biologisnya. Kemudian dengan perkembangan zaman, ras disebut dengan konstruksi sosial. Terbentuknya persepsi terhadap ras menyebabkan stigma dan stereotype yang berdampak pada timbulnya diskriminasi ras. Diskriminasi ras dan etnis adalah adanya pembedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya yang berdampak pada hilangnya atau berkurangnya pengakuan terhadap suatu ras. Ada beberapa diskriminasi ras dan etnis yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya:

  1. Masa penjajahan 

Pemerintahan kolonial Belanda berusaha mempertahankan posisi istimewa yang mereka miliki di Hindia Belanda dengan menempatkan kelompok masyarakat Timur asing dan pribumi sebagai warga negara kelas dua dan tiga.

  • Orde baru

Munuclnya kebijakan rasial bagi etnis Tionghoa. Selama pemerintahan masa orde baru tercatat 54 peraturan skala nasional (dibuat pemerintah pusat) yang bersifat diskriminatif dengan 35 kebijakan diantaranya secara khusus ditujukan untuk etnis Tionghoa. 

  • Reformasi – sekarang

Setelah reformasi lebih banyak terjadi diskriminasi ras dan etnis. Diskriminasi lebih bersifat primodial dan komunial.

Ada beberapa penyabab terjadinya konflik dan diskriminasi ras diantaranya yaitu perbedaan kepentingan, ethnosentrisme (merasa kelompoknya lebih superior) dan stereotype, insecure, persaingan dan eksploitasi, dan corek sosialisasi.

Setelah pemaparan materi dari pemateri kedua, diadakan juga sesi diskusi dan tanya jawab. Pada sesi ini para peserta sangat antusias dalam memberikan pertanyaan untuk mengetahui lebih dalam tentang materi yang disampaikan oleh pemateri dan narasumber melalui kolom chat yang ada di aplikasi zoom. Setelah sesi diskusi dan tanya jawab selesaikemudian dilanjutkan dengan penutupan oleh MC.

X