Shopping cart

empty-cart

Your Cart is empty

Go To Shop

Dialog DISPERINDAG Dengan Pemerintah Daerah, Bea Cukai, Dan Akademisi FEB UNSOED Dalam Pengoptimalan DBHCHT

author-img Editor November 12, 2024

Pada hari kamis tanggal 7 November 2024 pukul 14:00 – 15:00 WIB, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah menggelar sosialisasi mengenai “Manfaat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHB) untuk Masyarakat” dalam sebuah acara yang disiarkan langsung melalui kanal digital 28 UHF/530 MHz Kebumen TV dan live streaming YouTube. Acara ini menghadirkan pembicara dari Analis Kebijakan Ahli Madya Biro Infrastruktur dan SDA Setda Jawa Tengah, Kepala KPPBC TMP C Cilacap, serta Dosen Ekonomi Pembangunan FEB UNSOED.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau telah diundangkan untuk menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215 Tahun 2021. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, yang sering disingkat DBHCHT, merupakan bagian dari transfer yang berasal dari penerimaan cukai hasil tembakau yang diproduksi di dalam negeri. Dana ini dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau tembakau untuk mendanai kebutuhan daerah. DBHCHT akan disalurkan kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat, dengan alokasi sebesar 10 persen untuk bidang penegakan hukum, 40 persen untuk bidang kesehatan, dan 50 persen untuk bidang kesejahteraan masyarakat.

Muhammad Irwan, S.E., S.ST., selaku Kepala KPPBC TMP C Cilacap, menjelaskan bahwa saat ini, Indonesia hanya menerapkan tiga jenis cukai, yaitu cukai hasil tembakau, tembakau iris, dan etil alkohol. Pengenaan cukai ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi, mengawasi peredaran, mempertimbangkan eksternalitas negatif yang ditimbulkan, serta menerapkan prinsip keadilan dan keseimbangan. DBHCHT merupakan salah satu penerapan cukai yang saat ini sedang dioptimalkan seiring perubahan PMK Nomor 72 Tahun 2024. Irwan menjelaskan bahwa pengimplementasian DBHCHT berbeda dengan cukai lainnya, di mana cukai DBHCHT dihimpun dan dikembalikan kembali ke pemerintah daerah penghasil tembakau dan produsen pengolahan tembakau tanpa melewati APBN, sehingga dapat difungsikan sebagaimana kebijakan tersebut diterapkan.

Bagus Rachmoyojati, S.Pt., selaku analis kebijakan ahli madya Biro Infrastruktur dan SDA Setda Jawa Tengah, menjelaskan bahwa pemerintah Provinsi tengah bersinergi dengan Kabupaten Jawa Tengah dalam mengelola DBHCHT. Penerapan yang ada di Jawa Tengah mencakup pelatihan peningkatan kualitas tembakau, perbaikan sarana dan prasarana kesehatan, serta sosialisasi mengenai cukai tembakau. Buruh dan produsen rokok mendapatkan Bantuan Langsung Tunai dari DBHCHT berdasarkan proporsi cukai yang dikumpulkan. Oleh karena itu, dana bagi hasil ini juga mempertimbangkan wilayah dengan potensi tembakau yang dapat dioptimalkan, tidak hanya dari ketersediaan tembakaunya saja, melainkan juga output pengolahan bahan mentah tersebut. Selain itu, Bagus Rachmoyojati juga mengajak masyarakat untuk menjadi agen pelapor dalam memberantas rokok yang tidak memiliki pita cukai (BKC ilegal).

Dicky Satria Ramadhan, S.E., M.E., selaku Dosen Ekonomi Pembangunan FEB UNSOED, menjelaskan bahwa Jawa Tengah merupakan wilayah yang memiliki komoditas tembakau yang potensial untuk dikembangkan. Salah satu produk yang sulit tergantikan, yaitu rokok, menjadi sumber penerimaan negara yang sangat besar apabila dikelola dengan baik. Dalam hal ini, pengelolaan DBHCHT dianggap dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi. Namun,  beberapa aspek seperti kesehatan dan penegakan hukum masih bersifat kuratif dan tidak preventif, yang artinya masih banyak dijumpai masalah kesehatan yang ditimbulkan dari produk tersebut. Dengan demikian, DBHCHT memberikan kompensasi, tetapi tidak secara tegas ada upaya preventif terhadap penggunaan produk tersebut. Dicky menyarankan bahwa pengoptimalan komoditas unggulan seperti tembakau di Jawa Tengah dapat meningkatkan pembangunan ekonomi, namun fokus yang utama sebaiknya diletakkan pada segi produksi saja dibandingkan konsumsi, yang artinya kita memproduksi olahan hasil komoditas tersebut dan memperluas jangkauan pasar bersamaan dengan penciptaan lingkungan yang lebih sehat tanpa rokok.